AKB Jadi Solusi Penggerak Ekonomi Kala Covid-19

AKB
Ilustrasi Adapatsi Kebiasaan Baru (AKB) (Foto: freepik.com)
Dasar Pemerintah Menerapkan AKB

Kesehatan dan sosial-ekonomi seperti dua sisi mata uang yang selalu beriringan. Ketika sektor kesehatan terancam, maka sisi ekonomi ikut terhantam. Oleh karenanya pemerintah membuat strategi yang terukur dengan motto kesehatan terjaga dan ekonomi akan jaya. Berdasarkan data sebelum pandemi terjadi di Indonesia, terdapat angka pengangguran 7 juta orang. Setelah pandemi berlangsung hampir tujuh bulan sejak pertengahan Maret 2020, dalam tiga bulan ke depan, jika perekonomian Indonesia tidak diperbaiki, maka pengangguran bertambah menjadi 32 juta, sebuah lonjakan pengangguran yang cukup tinggi dan sangat membahayakan.

Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah memasukkan 89 proyek baru ke dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) 2020-2024. Proyek-proyek baru itu hasil penyaringan dari 245 proyek usulan untuk masuk ke dalam PSN. Sebanyak 89 proyek baru yang masuk ke dalam PSN itu nilainya mencapai Rp 1.422 triliun. Menurut hitungan pemerintah dari nilai investasi itu bisa menyerap hingga 19 juta pekerja selama lima tahun ke depan. Oleh karena itu AKB ini menjadi sangat perlu dan penting. Ini dilakukan bukan hanya di Indonesia, negara lain pun membuka dan melakukan hal yang sama.

Untuk petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, di tempat kerja perkantoran dan industri dalam mendukung keberlangsungan usaha pada situasi pandemi. Tujuan dibuat surat keputusan menteri ini, agar dunia usaha dan masyarakat bisa bekerja dan tetap produktif. Selain itu ditujukan untuk memutus mata rantai penularan Covid-19, karena kelompok pekerja ini memiliki jumlah populasi sangat besar serta interaksi penduduk pada umumnya terjadi pada saat aktivitas bekerja.




Baca juga: Gubernur Khofifah: Pancasila Jadi Modal Utama Bersatu Perang Melawan Covid-19

Baca juga: Abaikan Sosial Ekonomi, Efek Covid-19 Kian Berbahaya, Ini Solusi LDII

 

Faktor risiko tinggi di tempat kerja sebagai lokus interaksi dan berkumpulnya orang inilah yang perlu diantisipasi penularannya. Langkah antisipasi yang bisa dilakukan pemerintah di antaranya dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah dan dilanjutkan Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati atau Peraturan Walikota.

Langkah awalnya adalah menjelaskan kepada masyarakat tentang bahaya penularan virus corona serta status (zona) wilayah yang perlu diketahui masyarakat umum. Kriteria ini juga disampaikan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 yang dipimpin oleh Prof Wiku Adisasmito. Tim ini yang membuat kriteria berdasarkan standar dari WHO, ada 15 kriteria untuk menentukan warna dalam zona. Terdapat empat bidang yang menjadi persyaratan dari WHO, jika ada zona risiko tinggi maka warnanya merah. Zona risiko sedang warnanya orange dan zona risiko rendah warnanya kuning, sedangkan zona tidak berdampak warnanya hijau. Ketentuan ini disetujui oleh semua pihak termasuk Kementerian Kesehatan.

Selanjutnya pemerintah daerah harus dapat memetakan wilayahnya berdasarkan zona, sedangkan zona dan kriterianya yang menentukan adalah pemerintah pusat, sehingga daerah satu dengan lainnya parameternya sama. Fungsi penentuan zona adalah untuk memantau pergerakan wabah agar dapat ditanggulangi secara cepat, efektif, dan efisien. Menurut New England Complex Systems Institute, pemberian status zona pada setiap wilayah harus benar-benar diperhatikan, karena hal ini akan menentukan tindakan pemeriksaan atau pembatasan perjalanan ke wilayah.

Dampak Penerapan AKB…