KLATEN, LINES.id – Anggota Komisi VI DPR RI Singgih Januratmoko menghelat sosialisasi empat pilar di Kabupaten Klaten, Sabtu (2/1/2021). Kegiatan ini merupakan agenda rutin DPR-MPR RI untuk memberi pemahaman kepada masyarakat, mengenai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Kegiatan sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan dinilai penting karena MPR menilai masih banyak penyelenggara negara dan kelompok masyarakat yang belum memahami dan mengerti tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,” papar Singgih.
Menurut Singgih, problematika kehidupan berbangsa dan bernegara akhir-akhir ini diuji oleh Covid-19 dan ketegangan antara pemerintah dan organisasi kemasyarakatan. “Hal seperti itu tak perlu terjadi bila, semuanya meletakkan pandangan berbangsa dan bernegara dengan kacamata empat pilar itu,” ungkap Singgih.
Menurutnya, umat Islam yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia, memiliki jasa besar dalam mendirikan Republik Indonesia, bahkan jauh sebelum negeri ini berdiri. “Bung Karno adalah anak ideologis HOS Tjokroaminoto, salah satu tokoh Muhammadiyah dan aktor pergerakan nasional. Dari beliau Bung Karno belajar politik untuk melepaskan bangsa ini dari penjajahan,” ujarnya.
Singgih menjelaskan dalam proses perumusan dasar negara, Bung Karno menuangkan konsep dasar negara ke dalam pengertian dasar falsafah dan pandangan komprehensif dunia, secara sistematik dan koheren, “Pandangan-pandangan itu menjadi sila-sila dalam Pancasila,” ujar Singgih. Ide Bung Karno tersebut, juga beririsan dengan ide dasar negara yang dilontarkan Mohammad Yamin dan Soepomo.
Baca juga: Peternak Rugi, Ketum Pinsar Imbau Pemerintah Jaga Harga Perunggasan
Baca juga: Negara Adidaya Berebut Pengaruh, Ini Alasan Empat Pilar Harus Diperkuat
Gotong Royong Inti Sila Pancasila
Menurut Politisi Golkar ini, inti dari sila-sila Pancasila tersebut adalah gotong-royong, karakter unggul yang dimiliki bangsa Indonesia. “Artinya gotong-royong tersebut muncul dalam pelaksanaan setiap sila, sehingga bangsa ini memiliki semangat kebersamaan, toleran, saling menghargai, dan bisa bersatu,” imbuh Singgih. Dengan semangat gotong royong itu pula lahirlah pasal-pasal dalam UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Secara sosiologis, gotong royong tersebut membuat bangsa ini bisa mengikatkan dirinya dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. “Artinya, semua agama dan semua suku adalah pemilik negeri ini, inilah yang membuat Indonesia kokoh dan bisa dijaga keberlangsungannya,” ujar Singgih.
Dengan semangat gotong royong itu, menurut Singgih, bangsa ini seharusnya bisa menghadapi berbagai masalah, “Termasuk mengesampingkan egoisme agama, suku, bahkan dalam pemerintahan tak ada lagi ego sektoral. Karena semuanya harus bergotong royong demi kesejahteraan dan kemakmuran bersama seluruh bangsa Indonesia,” ujarnya.
Semangat gotong royong itu muncul dalam pasal-pasal UUD 1945, yang diserap dalam undang-undang yang dilahirkan DPR bersama pemerintah. “Nilai-nilai luhur Pancasila tertuang dalam norma-norma yang terdapat dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Norma konstitusional UUD 1945 menjadi acuan dalam pembangunan karakter bangsa,” kata Singgih.
Menurut Singgih, keluhuran nilai dalam Pembukaan UUD 1945 menunjukkan komitmen bangsa Indonesia untuk mempertahankan pembukaan dan bahkan tidak mengubahnya, “Sehingga tujuan pendirian negara Indonesia itu jelas, menciptakan rakyat yang adil dan makmur dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” pungkasnya.
Follow Berita Lines Indonesia di Google News.
Follow Channel WhastApp Lines Indonesia di WhastApp.