Ketua LDII Sulbar: Pemenuhan Gizi Korban Gempa Penting untuk Pertahankan Imun

LDII
Ketua DPW LDII Sulawesi Barat Rianto SPdI

MAMUJU, LINES.id – Pasca gempa yang menimpa Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, pada Jumat (15/1/2021) lalu, hingga kini masih banyak warga yang tinggal di pengungsian. Dilansir Kompas.com, terdapat kendala yang dihadapi saat ini di pengungsian. Yakni masalah pemberian makan kepada korban bencana alam, khususnya korban anak-anak dan balita. Dapur umum yang tersebar saat ini hanya fokus kepada makanan orang dewasa, tetapi tidak untuk anak-anak dan balita.

“Pemenuhan gizi bagi warga khususnya anak-anak dan balita menjadi sangat penting untuk mempertahankan kondisi imun tubuh yang prima di tengah terpaan bencana dan wabah virus corona,” ungkap Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Provinsi Sulawesi Barat Rianto SPdI, Senin (25/1/2021).

Rianto menambahkan, perhatian pemerintah dalam pemenuhan gizi warga korban gempa di Sulawesi Barat saat ini sangat diperlukan. “Apabila warga tidak terpenuhi kadar gizinya dapat menyebabkan rentan penyakit misalnya diare, penyakit kulit dan penyakit lainnya. Alhamdulillah soal penyaluran material logistik Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat telah berupaya menembus desa desa yang terisolir,” papar Rianto.

Pentingnya Kesadaran Gizi

Sebagaimana yang disampaikan Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso bahwa kasus kekurangan gizi atau pemahaman serta kesadaran gizi yang rendah, menjadi ujian besar saat wabah Covid-19 menyerang secara global.

Baca juga: Hari Gizi Nasional, Ketum LDII: Kesadaran Gizi Rendah, Ujian Besar Saat Covid-19

Baca juga: FKUB Nabire Tinjau Lokasi Pembangunan Masjid Al-Manshurin

 

Bertepatan dengan hari gizi nasional yang diperingati setiap 25 Januari, bangsa Indonesia sedang diuji dengan wabah Covid-19 dan bencana alam. Untuk itu, Indonesia perlu kembali membenahi hal yang mendasar dari tujuan berbangsa dan bernegara dalam Pembukaan UUD 1945, yakni memajukan kesejahteraan umum. “Kondisi ini mengingatkan pentingnya ketahanan keluarga, salah satunya edukasi mengenai gizi,” ungkap Chriswanto.

Chriswanto mengingatkan saat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami lompatan sejak era reformasi, kasus stunting dan malagizi masih tinggi, “Bila mengutip standar WHO, prevalensi stunting di bawah 20 persen, sementara data Kementerian Kesehatan pada 2019, kasus stunting nasional mencapai 27,67 persen,” ujarnya.

Menurutnya, dengan APBN yang semakin meningkat seharusnya standar gizi dan kesehatan masyarakat turut meningkat.

Tangani Gizi, Pemerintah Canangkan Posyandu

Sementara itu, bukti keseriusan pemerintah dan masyarakat perihal gizi, menurut Chriswanto pada 1984 pemerintah mencanangkan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), lalu diteguhkan kembali oleh pemerintah pada 1986. Bahkan pada 2001, ditegaskan kembali dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah pada 13 Juni 2001.

“Sayangnya, Posyandu sudah tak populer dulu lagi, padahal dulu banyak sukarelawan kesehatan Posyandu. Mereka memberikan penyuluhan kesehatan ibu dan anak, melayani vaksinasi, hingga deteksi dini kasus-kasus malagizi dan kekurangan gizi pada bayi dan balita,” ujar Chriswanto.

Ketika Posyandu tak lagi populer, menurut Chriswanto…

Follow Berita Lines Indonesia di Google News.

Follow Channel WhastApp Lines Indonesia di WhastApp.